Nilai impor bahan bakar minyak sepanjang
tahun 2013 yang lalu realisasi impor bahan bakar minyak (BBM) mencapai 23,03
juta kilo liter (KL) atau setara 49,79% dari total konsumsi BBM bersubsidi
46,25 juta KL. Tingginya impor didorong oleh konsumsi yang semakin hari terus
naik, impor terbesar yakni berupa premium yang mencapao 63% dari angka konsumsi
29,26 juta KL atau setara dengan 18,43 juta KL. Impor solar hanya 29% dari
konsumsi 15,88 juta KL atau setara dengan 4,6 juta KL. Sehingga, tambahnya,
total impor BBM tahun 2013 yang lalu yakni sebesar 23,03 juta KL atau setara
dengan 49,79% dari total konsumsi sekitar 46,25 juta KL, dimana BBM tersbeut
diimpor dari Singapura.
Diperkirakan, setiap tahunnya besaran impor BBM ini akan terus meningkat. Dari posisi saat ini sekitar 50%, porsi impor BBM diprediksi bisa mencapai 72% untuk premium dan 35% untuk solar pada tahun 2020 mendatang.
Peningkatan impor ini akan terus
terjadi, seiring dengan bertumbuhnya kebutuhan BBM nasional yang terus
meningkat karena pertumbuhan produksi kendaraan bermotor baru dan belum adanya
pembatasan kendaraan bermotor lama.
Seiring dengan besarnya impor bahan
bakar minyak (BBM) yang membebani APBN. Presiden Joko Widodo mengumumkan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), banyak suara sumbang mengiringi keputusan
pemerintah mengerek harga bahan bakar minyak (BBM). Banyak orang cemas keputusan
pemerintah menaikan BBM hanya akan membuat rakyat sengsara. Sementara dari
Gedung Parlemen, anggota Dewan menyebut penaikan harga BBM tak tepat karena
harga minyak dunia sedang turun
Ada 10 (sepuluh) alasan kenapa bahan
bakar minyak harus naik (Ade
Wahyudi, Managing Director Katadata: 13 November 2014)
1.
Indonesia
salah satu negara yang paling boros mengalokasikan dana subsidi untuk energi di
Asia. Anggaran subsidi energi Indonesia 3 persen dari Produk Domestik Bruto
(PDB). Indonesia berada di urutan setelah Pakistan dan Bangladesh
2. BBM
bersubsidi menyebabkan konsumsi dan impor minyak melonjak sehingga menimbulkan
defisit perdagangan migas dan neraca pembayaran. Defisit membuat nilai tukar
rupiah pun terpukul.
3. 53
% dari total subsidi BBM atau sekitar Rp 210 triliun justru dinikmati oleh
pengguna mobil pribadi saja. Angkutan umum kecil hanya 3 % persen.
4. Indonesia
bukan lagi negara yang kaya akan minyak. Cadangan minyak nasional hanya 3,7
miliar barel pada 2013. Dengan produksi, 800 ribu barel per hari cadangan itu
habis dalam waktu 12 tahun.
5. Indonesia
telah menjadi importir minyak sejak tahun 2013 karena produksi menurun dan
sebaliknya konsumsi terus meningkat.
6.
Tren
pemberian subsidi untuk BBM telah ditinggal oleh banyak negara.
7.
Negara-negara
yang kaya akan minyak seperti Iran berencana menaikan harga minyaknya secara
bertahap sesuai harga pasar.
8. Anggaran
yang dialokasikan untuk subsidi energi sangat timpang dengan anggaran yang
disalurkan untuk infrastruktur, kesehatan dan pemberantasan kemiskinan.
9.
Pendapatan
dari sektor migas tak cukup untuk menutup ongkos dari subsidi energi.
10. Harga BBM murah
menghambat tumbuhnya energi alternatif di tanah air. BBM murah menghambat
tumbuhnya energi alternatif seperti gas alam, panas bumi dan bio energi.
Menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi
suatu keputusan penting di awal masa kinerja Kabinet Kerja yang membantu Jokowi
dalam lima tahun ke depan. Pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya, A
Prasetyantoko (1/11/2014) mengungkapkan ada dua alasan penting yang menjadikan
Jokowi harus menaikkan harga BBM.
1. Volume
subsidi BBM hanya dibatasi 46 juta kiloliter (kl) di tahun ini, kalau tidak
dinaikkan itu pasti akan jebol, dan pemerintah melanggar Undang-undang (UU)
APBN. Meski kenaikan BBM bersubsidi sudah dilakukan, langkah itu belum tentu
mampu mengurangi tingkat konsumsi BBM di masyarakat. Untuk itu, PT Pertamina
(Persero) harus melakukan langkah-langkah pengaturan distribusi hingga volume
subsidi tersebut cukup hingga akhir tahun.
2. Membangun
kemandirian bangsa. Persoalannya bagaimana kita tidak lagi bergantung kepada
sumber energi fosil, suatu saat akan habis, jadi beralih ke energi alternatif,
gas misalnya. Jadi ini yang harus juga dipersiapkan pemerintah.
Ditegaskan oleh Prasetyantoko, kenaikan
harga BBM bersubsidi ini bukanlah keinginan pemerintah. Namun hal itu adalah
sebuah konsekuensi yang harus diterima pemerintah, ini konsekuensi, tidak ada
yang pengen juga harga BBM naik sebenarnya. Tapi di sisi lain positifnya adalah
ini sangat bagus untuk ekonomi kita jangka panjang.
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor
Wapres, Kompleks Istana, Jalan Veteran III, Jumat (7/11/2014), menjelaskan
kenapa pemerintah menaikan harga BBM : "Iya memang sekarang (harga minyak
dunia sedang) turun. Tapi itu biasanya sebentar saja turunnya (jika harga
minyak tetap di bawah US$100 per barel jelas merugikan negara-negara penghasil
minyak), tapi celakanya disaat bersamaan nilai rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat juga ikut melorot. Otomatis
beban pemerintah cukup berat. Pasalnya minyak adalah barang impor" kata
JK.
Kenaikan harga bahan bakar minyak
bersubsidi telah mengalami beberapa kali penyesuaian sejak era pemerintahan
Presiden Soekarno hingga Joko Widodo.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada masa pemerintahan Soeharto 1966-1998
terdapat sekitar 23 kali penyesuaian harga BBM.
Harga premium sempat naik 71 persen dari
Rp 700 ke Rp 1.200 pada saat Indonesia memasuki krisis moneter. Krisis tersebut
juga mengakhiri masa 32 tahun kepemimpinan Soeharto.
Di era Abdurrahman Wahid (Gus Dur),
harga premium naik 26 persen dari Rp 1.150 ke Rp 1.450 sementara solar naik 50
persen dari Rp 600 ke Rp 900.
Di era pemerintahan Megawati, harga
premium naik bertahap dari Rp 1.550 menjadi Rp 1.810 sedangkan solar di Rp
1.150-Rp 1.890.
Kenaikan kembali terjadi ketika Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa. Premium naik 24,6 persen dari Rp 1.810
menjadi Rp 2.400 dan kemudian naik lagi 46,67 persen menjadi Rp 4.500.
SBY kemudian menaikkan premium menjadi
Rp 6.000 lalu secara bertahap mengurangi harga premium menjadi Rp 4.500. Pada
22 Juni 2013, SBY kembali menaikkan harga BBM sebesar Rp. 2000 per liter atau
44 persen ke Rp 6.500.
Presiden RI ketujuh Joko Widodo Tanggal
17 November 2014 mengumumkan bahwa mulai tanggal 18 November 2014 harga BBM
bersubsidi naik Rp 2.000 per liter. Dengan demikian harga bensin jenis premium
naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, sedangkan harga solar dari Rp
5.500 menjadi Rp 7.500 per liter.
Tabel Harga Bahan Bakar Minyak
Tahun 1997-2014
TAHUN
|
PRESIDEN
|
PREMIUM
(Rp)
|
SOLAR
(Rp)
|
KET
|
|
|
1997
|
Soeharto
|
700
|
380
|
|
5
Mei
|
1998
|
Soeharto
|
1.200
|
600
|
Naik
|
16 Mei
|
1998
|
Soeharto
|
1.000
|
550
|
Turun
|
01 Oktober
|
2000
|
Abdurrahman Wahid
|
1.150
|
600
|
Naik
|
16 Juni
|
2001
|
Abdurrahman Wahid
|
1.450
|
900
|
Naik
|
17 Januari
|
2002
|
Megawati
|
1.550
|
1.150
|
Naik
|
01 Desember
|
2002
|
Megawati
|
1.750
|
1.550
|
Naik
|
01 Januari
|
2003
|
Megawati
|
1.810
|
1.890
|
Naik
|
01 1 Maret
|
2005
|
SBY
|
2.400
|
2.100
|
Naik
|
01 Oktober
|
2005
|
SBY
|
4.500
|
4.300
|
Naik
|
24 Mei
|
2008
|
SBY
|
6.000
|
5.500
|
Naik
|
01 Desember
|
2008
|
SBY
|
5.500
|
5.500
|
Turun
|
15 Desember
|
2008
|
SBY
|
5.000
|
4.800
|
Turun
|
|
2009-2012
|
SBY
|
4.500
|
4.500
|
Turun
|
22 Juni
|
2013
|
SBY
|
6.500
|
5.500
|
Naik
|
18 November
|
2014
|
Joko Widodo
|
8.500
|
7.500
|
Naik
|
Sumber: diolah dari data Kementerian ESDM
Pengamat Ekonomi INDEF Enny Srihartati menyatakan "Harga minyak
dunia turun sifatnya sementara. Bulan depan saat musim dingin, harga minyak
akan naik lagi. Harga minyak nggak mungkin turun, karena ini bahan bakar fosil
dengan permintaan tertentu, suplai turun," tegas dia kepada wartawan di
kantor PWI Jaya, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Menurut Enny, negara-negara penghasil
minyak mentah yang tergabung dalam OPEC pun tidak akan membiarkan harga minyak
dunia berada pada titik terendah.
"Negara OPEC nggak akan rela harga
minyak turun. Kalau kenaikan harga BBM bukan seperti penanganan banjir, sekali
langsung selesai. Tapi tetap harus ada konversi dan diversifikasi,"
terangnya.
Sementara
Ekonom Aviliani menuturkan, tahun ini saat yang tepat untuk menaikkan harga BBM
subsidi di saat inflasi sedang bergerak rendah.
"Sedangkan untuk tahun depan, bisa
lebih berat lagi karena inflasi bisa jauh lebih tinggi. Harga BBM memang harus naik karena di
Filiphina saja harganya sudah Rp 11 ribu per liter," paparnya.
Disparitas
harga BBM yang terlampau jauh antara subsidi dan non subsidi, kata Aviliani,
hanya akan memicu penyelundupan, pencurian minyak secara ilegal melalui 2.500
pelabuhan tikus atau kecil di seluruh Indonesia.
"Tetap
saja banyak penyelundupan minyak ilegal walaupun mafia migas diberantas. Sistem
transportasi barang yang baik pasti akan mengurangi inflasi serta menjalankan
roadmap energi yang sudah dibuat Dewan Energi Nasional dalam beberapa tahun
mendatang," pungkasi Aviliani.
Direktur Panin Sekuritas Menas Shahaan
menilai kenaikan harga BBM akan memicu pertumbuhan ekonomi hingga di atas 5
persen dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
"Penghematan kenaikan harga BBM
sekita Rp 90 triliun per tahun, dalam jangka panjang akan menimbulkan multiplier
effect yang positif, penambahan lapangan pekerjaan, penguatan ekonomi
daerah dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi," katanya usai interview
nominasi online trading terbaik Beritasatu.com di
Jakarta, Selasa (18/11).
Lebih lanjut, ia menilai kenaikan harga
BBM akan menghemat konsumsi BBM dan mengurangi beban pemerintah akibat ruang
fiskal yang sempit, sehingga subsidi BBM bisa direalokasikan untuk pembangunan
infrastruktur dan kesehatan.
Namun demikian pasar modal akan
terkoreksi di awal pascakenaikan harga BBM. Inflasi dalam jangka pendek dinilai
akan menggerus margin emiten, sehingga pendapatan tahunan perusahaan akan terkoreksi
dan kemudian berbalik menguat di tahun berikutnya.
Dari segi ekonomi dampak kenaikan BBM positifnya
sangat bagus untuk ekonomi kita jangka panjang. Subsidi BBM merupakan salah
satu faktor utama penyebab defisit ganda yang dialami Indonesia. Dengan
mengurangi subsidi BBM, APBN dan neraca pembayaran dapat diselamatkan
Tapi tidak
dilihat dari segi politik. Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia Ray
Rangkuti menilai isu kenaikan harga BBM bersubsidi dapat dimanfaatkan oleh
Koalisi Merah Putih (KMP) untuk melemahkan popularitas pemerintahan Jokowi-JK.
Pasalnya, kenaikkan harga BBM dilakukan secara sepihak oleh pemerintah tanpa
konsultasi dengan DPR.
"Agak
mengejutkan karena dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tanpa ada ruang
konsultasi dengan DPR,"ujar Ray saat dihubungi Beritasatu.com pada
Selasa (18/11).
Pemerintahan Jokowi-JK,
menurutnya tidak memberikan sinyal apa pun ke DPR terkait kenaikkan harga ini.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga tidak memberitahukan kisaran harga
kenaikkannya ke DPR.
"Kemungkinan
besar politisi KMP di parlemen akan menggoreng isu ini sedemikian rupa sehingga
melemahkan popularitas Jokowi-JK. Ini juga diperkuat dengan bunyi beberapa
pasal UU APBN yang mengharuskan pemerintah berkonsultasi dengan DPR terkait isu
BBM,"katanya.
Ray juga menduga
bahwa akhirnya DPR pasti akan menyetujui kenaikan harga ini, namun DPR akan
memainkan isu sehigga berdampak negatif terhadap Jokowi-JK. "Namun, tidak
sampai pada impeachment," tegasnya.
Dia mengakui
bahwa publik pasti marah dengan kenaikkan harga BBM ini. Tetapi, katanya
kemarahan rakyat tidak akan berlangsung lama jika Jokowi-JK segera mengalihkan
subsudi tersebut ke hal-hal yang produktif seperti ke petani dan nelayan.
"Jokowi-JK
juga jangan lupa pengalihan subsudi selain untuk petani dan nelayan, juga untuk
kalangan menengah yang merasakan juga dampak kenaikkan BBM
bersubsidi,"ujarnya.
Pengumuman
kenaikan BBM oleh Jokowi, tambahnya, memiliki kelebihan dibandingkan pengumuman
kenaikkan dalam pemerintahan SBY. Menurutnya, Jokowi-JK tidak melempar isu
sebelum kenaikkan BBM sehingga tidak membuat harga naik sebelum kenaikkan harga
BBM.
"Pada era
SBY, isu kenaikan BBM ini dilemparkan ke publik sehingga rakyat ribut-ribut dan
harga barang naik sebelum kenaikan harga BBM. Pada era Jokowi, dia tidak
segan-segan menaikkan harga BBM bersubsidi ketika data dan faktanya
mendukung,"pungkasnya.
Semoga paparan diatas dapat membuka
pikiran kita semua, bahwa kenaikan Bahan Bakar Minyak merupakan keputusan yang
sulit dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Walau harga minyak dunia turun, tapi
disaat bersamaan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga ikut melorot.
Otomatis beban pemerintah cukup berat. Pasalnya minyak adalah barang impor. Siapapun Presiden RI yang terpilih
periode 2014-2019 subsidi BBM tetap akan dicabut karena membebani APBN.
No comments:
Post a Comment