Pages

Pages - Menu

Monday, November 24, 2014

HAK INTERPELASI




Dengan di umumkannya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah tidak saja menimbulkan gejolak di masyarakat, tetapi juga di Parlemen. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) juga kebakaran jenggot.
Keputusan menaikkan BBM memang mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. Wacana penggunaan hak interpelasi pun kencang berembus. Beberapa fraksi seperti PKS, PAN, Golkar dan Demokrat yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih pun memunculkan wacana itu. Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Jika para anggota dewan mengajukan hak interpelasi, langkah tersebut telah sesuai dengan koridor hukum. Yaitu sesuai yang tertuang dalam UUD 1945 dan UU MD3.
Berdasarkan UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) Pasal 194, hak interpelasi diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi. Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dokumen yang memuat paling sedikit; a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang akan dimintakan keterangan; dan b. alasan permintaan keterangan.
Usul tersebut akan menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir.
Hak interpelasi juga tercantum dalam tatatertib DPR RI Bab IX Tata Cara Pelaksanaan Hak DPR :
v  Pasal 162 : 1. Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 61 huruf a diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota dan lebih dari 1 (satu) fraksi. 2. Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserta i dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya : a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang akan dimintakan keterangan; b. alasan permintaan keterangan.
v  Pasal 163 : 1. Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 disampaikan oleh pengusul kepada pimpinan DPR. 2. Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna dan dibagikan kepada seluruh anggota. 3. Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat paripurna atas usul interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat memberikan kesempatan kepada pengusul untuk memberikan penjelasaan atas usul interpealsinya secara ringkas. 4. Selama usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disetujui oleh rapat paripurna pengusul berhak mengadakan perubahan dan menarik usulnya kembali. 5. Perubahan atau penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani oleh semua pengusul dan disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis dan pimpinan membagikan kepada seluruh anggota. 6. Dalam hal jumlah penandatangan usul hak interpelasi yang belum memasuki Pembicaraan TingkatI menjadi kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1), harus diadakan penambahan penandatangan sehingga jumlahnya mencukupi. 7. Dalam hal terjadi pengunduran diri penandatangan usul hak interpelasi sebelum dan pada saat rapat paripurna yang telah dijadwalkan oleh Badan Musyawarah, yang berakibat terhadap jumlah penandatangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1), Ketua rapat paripurna mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara rapat paripurna untuk itu dapat ditunda dan/atau dilanjutkan setelah jumlah penandatangan mencukupi. 8. Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna terdapat anggota yang menyatakan ikut sebagai pengusul hak interpelasi dengan membubuhkan tandatangan pada lembar pengusul, Ketua rapat paripurna mengumumkan hal tersebut dan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap dapat dilanjutkan. 9. Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah penandatangan yang dimaksud tidak terpenuhi, usul tersebut menjadi gugur.
v  Pasal 164 : 1. Apabila usul hak interpelasi tersebut disetujui sebagai interpelasi DPR, pimpinan DPR menyampaikannya kepada Presiden dan mengundang Presiden untuk memberikan keterangan. 2. Terhadap keterangan Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kesempatan kepada pengusul dan anggota yang lain untuk mengemukakan pendapatnya. 3. Atas pendapat pengusul dan/atau anggota yang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden memberikan jawabannya. 4. Keterangan dan jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat diwakilkan kepada Menteri/pejabat terkait.
v  Pasal 165 : 1. Dalam hal DPR menolak keterangan dan jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 6 4 ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. 2. Dalam hal DPR menerima keterangan dan jawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1) dan ayat (3) usul hak interpelasi dinyatakan selesai, dan materi interpelasi tersebut tidak dapat diusulkan kembali. 3. Apabila sampai waktu penutupan masa sidang yang bersangkutan ternyata tidak ada usul pernyataan pendapat yang diajukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembicaraan mengenai permintaan keterangan kepada Presiden tersebut dinyatakan selesai dalam rapat paripurna

Menurut pakar hukum tata negara Refly Harun (Metrotvnews.com, 21/11/2014), “Interpelasi yang dilakukan DPR untuk menanggapi kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan suatu yang sah. Namun, pengambilan hak interpelasi ini dinilai akan membuat gaduh. Dari sisi hukum, interpelasi itu ya sah-sah saja sebenarnya. Soalnya kan definisinya ke hak untuk meminta keterangan atas kebijakan pemerintah yang penting, strategis dan berdampak luas dalam kehidupan bangsa bernegara,”
Refly menilai wajar bila kebijakan kenaikan BBM memperoleh interpelasi dari DPR. Akan tetapi, dia menyebut interpelasi yang dilakukan pasti akan mengalami hambatan. Lebih jauh, akan sulit dilakukan karena mekanisme yang harus melewati berbagai prosedur.
"Tetapi dalam aspek teknisnya menjadi tidak mudah kadang-kadang. Terlalu gaduh, karena ada mekanisme pengusulan 25 orang, kemudian harus lebih dari satu fraksi, kemudian dibawa ke paripurna. jangan-jangan paripurnanya tidak berjalan karena mayoritas fraksinya tidak tercapai,” imbuh Refly.
Selain itu, tambah dia hambatan juga akan datang dari aspek politis. Sebab, interpelasi itu kata dia belum dapat diketahui arah tujuannya, karena belum dipastikan apakah hanya akan meminta keterangan atau bakal ada hak menyampaikan pendapat.
“Jika tujuannya meminta keterangan, ya gunakan saja hak bertanya, jadi nggak perlu gaduh,” pungkas Refly. 

Hal senada juga di ucapkan oleh Politikus PDI Perjuangan, Tubagus Hasanuddin (BeritaSatu.com, 24/11/2014), hak interpalasi merupakan hak yang melekat pada setiap anggota DPR, dan sudah diatur dalam UU MD3. Untuk bisa mengajukan hak interpelasi, pengusulan minimal harus ditandatangani oleh 25 anggota DPR dari dua fraksi yang berbeda. Menurutnya, syarat itu akan sangat mudah dipenuhi. Namun, lolos tidaknya interpelasi itu akan sangat tergantung sikap politik masing-masing fraksi di DPR, ketika usulan itu diajukan ke paripurna DPR. Kata Hasanuddin, fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesa Hebat (KIH) sudah pasti akan menolaknya.
"Dan bila ditambah dengan Partai Demokrat, dalam artian, Demokrat tetap konsisten dengan sikap yang cukup minta penjelasan pemerintah di tingkat Komisi melalui rapat kerja, maka hak interpelasi ini akan terpental dan gagal."
Menurutnya, setiap upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK pastilah demi rakyat. Walau dipahami juga pasti akan selalu ada pihak yang bersikap oposisi, terutama dari Koalisi Merah Putih (KMP).
Menurut Hasanuddin, sikap KMP demikian adalah wajar, namun juga memeperhatikan beberapa hal. Pertama, bahwa kenaikan harga BBM memang diputuskan dengan perhitungan demi kepentingan rakyat. Kedua, pengalokasikan bantuan kepada mereka yang terkena dampak kenaikan harga BBM itu akan dilakukan tepat waktu, tepat orang, dan tepat jumlah.
"Ketiga tidak ada kebocoran dalam pengalokasikan dana tersebut, atau lebih jelas lagi tidak ada korupsi," ujarnya.

Pengamat politik Populi Center Nico Harjanto (Tribunnews.com, 22/11/2014) menyatakan "Bagaimana bisa mereka mau menggulirkan hak interpelasi? Kerja saja belum sudah ajukan hak interpelasi." Sangat disayangkan. Karena sejak dilantik, DPR baru sama sekali belum bekerja. Malah ribut interpelasi.
Nico menilai digulirkannya wacana hak untuk bertanya itu bukan murni inisiatif fraksi dalam hal tugas, pokok dan fungsinya soal pengawasan. KMP, menurut Nico, masih tak puas terhadap kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden 2014.
Soal kebijakan pengurangan subsidi BBM itu sendiri, lanjut Nico, seharusnya fraksi-fraksi di luar koalisi pemerintahan melihatnya dengan komprehensif. Subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran. Sebanyak 70 persen pengguna BBM bersubsidi adalah kelas menengah.
Di sisi lain, kelas bawah tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pengalihan subsidi dari BBM ke sektor yang dibutuhkan oleh rakyat miskin, menurut Nico, mutlak dilaksanakan. Singkat kata, kenaikan harga BBM akan diimbangi dengan perbaikan infrastruktur, pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi 'wong cilik'.
"Oleh sebab itu, janganlah sampai isu harga BBM ini menjadi isu politik yang dipolitisasi oleh mereka yang belum bekerja nyata. Ya DPR RI itu," ujar Nico.
"Kita harus bedakan mana urusan politik, mana urusan negara. Saya kira kebijakan BBM kemarin diperlukan Indonesia jangka pendek dan panjang. Ya tidak bisa dinilai oleh kacamata politik semata," ucap dia.

Syamsuddin Haris, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Kompas.com, 24/11/2014) menilai, hak interpelasi yang menggugat kebijakan pengalihan subsidi BBM akan sangat rentan ditunggangi oleh kepentingan tertentu. "Hak interpelasi itu patut dicurigai sebagai alat untuk 'menggoyang' pemerintah, apalagi dalam jangka pendek ini sebenarnya para anggota Dewan belum sesungguhnya bekerja."
Syamsuddin menilai tujuan utama interpelasi tersebut adalah untuk mengganggu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Manuver politik itu pun dianggapnya akan menciptakan atmosfer politik yang tidak sehat. Dia menilai interpelasi itu aneh dan belum tepat dilakukan.
"Saya mengatakannya malah aneh saja jadinya karena DPR sendiri kan belum mulai bekerja. Kan baru selesai islah antara dua kubu, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat," ucapnya.
Menurut dia, jika DPR mempertanyakan dasar kebijakan pengalihan subsidi tersebut, komisi terkait bisa saja memanggil para pembantu Presiden untuk menjelaskannya. Langkah itu bisa dilakukan tanpa harus mengajukan interpelasi.
"Misalnya, dengan mengundang Menteri ESDM, minta penjelasannya apa sebenarnya di balik kebijakan menaikkan harga BBM itu. Kemudian, tanyakan dana subsidi itu untuk apa saja dan bagaimana penggunaannya. Kan tidak mesti melalui interpelasi," ujarnya.

Semoga tulisan ini berguna buat kita semua dan diharapkan masyarakat mengerti apakah langkah DPR RI menggunakan hak interpelasi benar-benar murni untuk kepentingan rakyat atau hanya sekedar menguncang pemerintahan baru atau hanya “mencari nama,”

Tapi apapun niat DPR RI menggunakan hak interpelasi kenaikan harga BBM oleh pemerintah semoga membawa kesejahteraan buat kita semua rakyat Indonesia. 

No comments:

Post a Comment