Dengan di umumkannya kenaikan bahan
bakar minyak (BBM) oleh pemerintah tidak saja menimbulkan gejolak di
masyarakat, tetapi juga di Parlemen. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) juga kebakaran jenggot.
Keputusan menaikkan BBM memang mendapat
reaksi keras dari berbagai pihak. Wacana penggunaan hak interpelasi pun kencang
berembus. Beberapa fraksi seperti PKS, PAN, Golkar dan Demokrat yang tergabung
dalam Koalisi Merah Putih pun memunculkan wacana itu. Hak Interpelasi adalah
hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Jika para
anggota dewan mengajukan hak interpelasi, langkah tersebut telah sesuai dengan
koridor hukum. Yaitu sesuai yang tertuang dalam UUD 1945 dan UU MD3.
Berdasarkan UU No 17/2014 tentang MPR,
DPR, DPD, DPRD (MD3) Pasal 194, hak interpelasi diusulkan oleh paling sedikit
25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dokumen
yang memuat paling sedikit; a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan Pemerintah
yang akan dimintakan keterangan; dan b. alasan permintaan keterangan.
Usul tersebut
akan menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat
paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan
keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR
yang hadir.
Hak
interpelasi juga tercantum dalam tatatertib DPR RI Bab IX Tata Cara Pelaksanaan
Hak DPR :
v
Pasal 162 : 1. Hak
interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 61 huruf a diusulkan oleh paling
sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota dan lebih dari 1 (satu) fraksi. 2. Pengusulan
hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserta i dengan dokumen
yang memuat sekurang-kurangnya : a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan
kebijakan Pemerintah yang akan dimintakan keterangan; b. alasan permintaan
keterangan.
v
Pasal 163 : 1. Usul hak
interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 disampaikan oleh pengusul
kepada pimpinan DPR. 2. Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna dan dibagikan kepada seluruh
anggota. 3. Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat paripurna atas
usul interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat memberikan
kesempatan kepada pengusul untuk memberikan penjelasaan atas usul
interpealsinya secara ringkas. 4. Selama usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum disetujui oleh rapat paripurna pengusul berhak mengadakan
perubahan dan menarik usulnya kembali. 5. Perubahan atau penarikan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani oleh semua pengusul dan
disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis dan pimpinan membagikan kepada
seluruh anggota. 6. Dalam hal jumlah penandatangan usul hak interpelasi yang
belum memasuki Pembicaraan TingkatI menjadi kurang dari jumlah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1), harus diadakan penambahan penandatangan
sehingga jumlahnya mencukupi. 7. Dalam hal terjadi pengunduran diri
penandatangan usul hak interpelasi sebelum dan pada saat rapat paripurna yang
telah dijadwalkan oleh Badan Musyawarah, yang berakibat terhadap jumlah
penandatangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1),
Ketua rapat paripurna mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara rapat
paripurna untuk itu dapat ditunda dan/atau dilanjutkan setelah jumlah
penandatangan mencukupi. 8. Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna
terdapat anggota yang menyatakan ikut sebagai pengusul hak interpelasi dengan
membubuhkan tandatangan pada lembar pengusul, Ketua rapat paripurna mengumumkan
hal tersebut dan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap dapat
dilanjutkan. 9. Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah
penandatangan yang dimaksud tidak terpenuhi, usul tersebut menjadi gugur.
v
Pasal 164 : 1. Apabila
usul hak interpelasi tersebut disetujui sebagai interpelasi DPR, pimpinan DPR
menyampaikannya kepada Presiden dan mengundang Presiden untuk memberikan
keterangan. 2. Terhadap keterangan Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diberikan kesempatan kepada pengusul dan anggota yang lain untuk
mengemukakan pendapatnya. 3. Atas pendapat pengusul dan/atau anggota yang lain,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden memberikan jawabannya. 4. Keterangan
dan jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat
diwakilkan kepada Menteri/pejabat terkait.
v
Pasal 165 : 1. Dalam hal
DPR menolak keterangan dan jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
6 4 ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. 2. Dalam
hal DPR menerima keterangan dan jawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164
ayat (1) dan ayat (3) usul hak interpelasi dinyatakan selesai, dan materi
interpelasi tersebut tidak dapat diusulkan kembali. 3. Apabila sampai waktu
penutupan masa sidang yang bersangkutan ternyata tidak ada usul pernyataan
pendapat yang diajukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembicaraan
mengenai permintaan keterangan kepada Presiden tersebut dinyatakan selesai
dalam rapat paripurna
Menurut pakar hukum tata negara Refly Harun (Metrotvnews.com, 21/11/2014), “Interpelasi
yang dilakukan DPR untuk menanggapi kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) merupakan suatu yang sah. Namun, pengambilan hak interpelasi ini dinilai
akan membuat gaduh. Dari sisi hukum, interpelasi itu ya sah-sah saja
sebenarnya. Soalnya kan definisinya ke hak untuk meminta keterangan atas
kebijakan pemerintah yang penting, strategis dan berdampak luas dalam kehidupan
bangsa bernegara,”
Refly menilai wajar
bila kebijakan kenaikan BBM memperoleh interpelasi dari DPR. Akan tetapi, dia menyebut
interpelasi yang dilakukan pasti akan mengalami hambatan. Lebih jauh, akan
sulit dilakukan karena mekanisme yang harus melewati berbagai prosedur.
"Tetapi dalam
aspek teknisnya menjadi tidak mudah kadang-kadang. Terlalu gaduh, karena ada
mekanisme pengusulan 25 orang, kemudian harus lebih dari satu fraksi, kemudian
dibawa ke paripurna. jangan-jangan paripurnanya tidak berjalan karena mayoritas
fraksinya tidak tercapai,” imbuh Refly.
Selain itu, tambah dia
hambatan juga akan datang dari aspek politis. Sebab, interpelasi itu kata dia
belum dapat diketahui arah tujuannya, karena belum dipastikan apakah hanya akan
meminta keterangan atau bakal ada hak menyampaikan pendapat.
“Jika tujuannya meminta
keterangan, ya gunakan saja hak bertanya, jadi nggak perlu gaduh,” pungkas
Refly.
Hal senada juga di ucapkan oleh Politikus PDI Perjuangan, Tubagus Hasanuddin (BeritaSatu.com, 24/11/2014), hak
interpalasi merupakan hak yang melekat pada setiap anggota DPR, dan sudah
diatur dalam UU MD3. Untuk bisa mengajukan hak interpelasi, pengusulan minimal
harus ditandatangani oleh 25 anggota DPR dari dua fraksi yang berbeda.
Menurutnya, syarat itu akan sangat mudah dipenuhi. Namun, lolos tidaknya
interpelasi itu akan sangat tergantung sikap politik masing-masing fraksi di
DPR, ketika usulan itu diajukan ke paripurna DPR. Kata Hasanuddin,
fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesa Hebat (KIH) sudah pasti
akan menolaknya.
"Dan bila
ditambah dengan Partai Demokrat, dalam artian, Demokrat tetap konsisten dengan
sikap yang cukup minta penjelasan pemerintah di tingkat Komisi melalui rapat
kerja, maka hak interpelasi ini akan terpental dan gagal."
Menurutnya,
setiap upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK pastilah demi rakyat.
Walau dipahami juga pasti akan selalu ada pihak yang bersikap oposisi, terutama
dari Koalisi Merah Putih (KMP).
Menurut
Hasanuddin, sikap KMP demikian adalah wajar, namun juga memeperhatikan beberapa
hal. Pertama, bahwa kenaikan harga BBM memang diputuskan dengan perhitungan
demi kepentingan rakyat. Kedua, pengalokasikan bantuan kepada mereka yang
terkena dampak kenaikan harga BBM itu akan dilakukan tepat waktu, tepat orang,
dan tepat jumlah.
"Ketiga
tidak ada kebocoran dalam pengalokasikan dana tersebut, atau lebih jelas lagi
tidak ada korupsi," ujarnya.
Pengamat politik Populi Center Nico
Harjanto (Tribunnews.com,
22/11/2014) menyatakan "Bagaimana bisa mereka mau menggulirkan
hak interpelasi? Kerja saja belum sudah ajukan hak interpelasi." Sangat disayangkan. Karena sejak dilantik, DPR baru
sama sekali belum bekerja. Malah ribut interpelasi.
Nico menilai digulirkannya wacana hak
untuk bertanya itu bukan murni inisiatif fraksi dalam hal tugas, pokok dan
fungsinya soal pengawasan. KMP, menurut Nico, masih tak puas terhadap
kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan
presiden 2014.
Soal kebijakan pengurangan subsidi BBM
itu sendiri, lanjut Nico, seharusnya fraksi-fraksi di luar koalisi pemerintahan
melihatnya dengan komprehensif. Subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran.
Sebanyak 70 persen pengguna BBM bersubsidi adalah kelas menengah.
Di sisi lain, kelas bawah tidak memiliki
akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pengalihan subsidi dari BBM ke
sektor yang dibutuhkan oleh rakyat miskin, menurut Nico, mutlak dilaksanakan.
Singkat kata, kenaikan harga BBM akan diimbangi dengan perbaikan infrastruktur,
pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi 'wong cilik'.
"Oleh sebab itu, janganlah sampai
isu harga BBM ini menjadi isu politik yang dipolitisasi oleh mereka yang belum
bekerja nyata. Ya DPR RI itu," ujar Nico.
"Kita harus bedakan mana urusan
politik, mana urusan negara. Saya kira kebijakan BBM kemarin diperlukan
Indonesia jangka pendek dan panjang. Ya tidak bisa dinilai oleh kacamata
politik semata," ucap dia.
Syamsuddin Haris, peneliti
senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Kompas.com, 24/11/2014) menilai, hak
interpelasi yang menggugat kebijakan pengalihan subsidi BBM akan sangat rentan
ditunggangi oleh kepentingan tertentu. "Hak interpelasi itu patut dicurigai
sebagai alat untuk 'menggoyang' pemerintah, apalagi dalam jangka pendek ini
sebenarnya para anggota Dewan belum sesungguhnya bekerja."
Syamsuddin menilai
tujuan utama interpelasi tersebut adalah untuk mengganggu pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla. Manuver politik itu pun dianggapnya akan menciptakan
atmosfer politik yang tidak sehat. Dia menilai interpelasi itu aneh dan belum
tepat dilakukan.
"Saya
mengatakannya malah aneh saja jadinya karena DPR sendiri kan belum mulai
bekerja. Kan baru selesai islah antara dua kubu, yakni Koalisi Merah Putih dan
Koalisi Indonesia Hebat," ucapnya.
Menurut dia, jika DPR
mempertanyakan dasar kebijakan pengalihan subsidi tersebut, komisi terkait bisa
saja memanggil para pembantu Presiden untuk menjelaskannya. Langkah itu bisa
dilakukan tanpa harus mengajukan interpelasi.
"Misalnya, dengan
mengundang Menteri ESDM, minta penjelasannya apa sebenarnya di balik kebijakan
menaikkan harga BBM itu. Kemudian, tanyakan dana subsidi itu untuk apa saja dan
bagaimana penggunaannya. Kan tidak mesti melalui interpelasi," ujarnya.
Semoga tulisan ini
berguna buat kita semua dan diharapkan masyarakat mengerti apakah langkah DPR
RI menggunakan hak interpelasi benar-benar murni untuk kepentingan rakyat atau
hanya sekedar menguncang pemerintahan baru atau hanya “mencari nama,”
Tapi apapun niat DPR RI
menggunakan hak interpelasi kenaikan harga BBM oleh pemerintah semoga membawa
kesejahteraan buat kita semua rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment