Blogger news

Wednesday, November 19, 2014

BBM NAIK?

6:23 AM


Nilai impor bahan bakar minyak sepanjang tahun 2013 yang lalu realisasi impor bahan bakar minyak (BBM) mencapai 23,03 juta kilo liter (KL) atau setara 49,79% dari total konsumsi BBM bersubsidi 46,25 juta KL. Tingginya impor didorong oleh konsumsi yang semakin hari terus naik, impor terbesar yakni berupa premium yang mencapao 63% dari angka konsumsi 29,26 juta KL atau setara dengan 18,43 juta KL. Impor solar hanya 29% dari konsumsi 15,88 juta KL atau setara dengan 4,6 juta KL. Sehingga, tambahnya, total impor BBM tahun 2013 yang lalu yakni sebesar 23,03 juta KL atau setara dengan 49,79% dari total konsumsi sekitar 46,25 juta KL, dimana BBM tersbeut diimpor dari Singapura.

Diperkirakan, setiap tahunnya besaran impor BBM ini akan terus meningkat. Dari posisi saat ini sekitar 50%, porsi impor BBM diprediksi bisa mencapai 72% untuk premium dan 35% untuk solar pada tahun 2020 mendatang.
Peningkatan impor ini akan terus terjadi, seiring dengan bertumbuhnya kebutuhan BBM nasional yang terus meningkat karena pertumbuhan produksi kendaraan bermotor baru dan belum adanya pembatasan kendaraan bermotor lama.

Seiring dengan besarnya impor bahan bakar minyak (BBM) yang membebani APBN. Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), banyak suara sumbang mengiringi keputusan pemerintah mengerek harga bahan bakar minyak (BBM). Banyak orang cemas keputusan pemerintah menaikan BBM hanya akan membuat rakyat sengsara. Sementara dari Gedung Parlemen, anggota Dewan menyebut penaikan harga BBM tak tepat karena harga minyak dunia sedang turun

Ada 10 (sepuluh) alasan kenapa bahan bakar minyak harus naik (Ade Wahyudi, Managing Director Katadata: 13 November 2014)
1.        Indonesia salah satu negara yang paling boros mengalokasikan dana subsidi untuk energi di Asia. Anggaran subsidi energi Indonesia 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia berada di urutan setelah Pakistan dan Bangladesh
2.    BBM bersubsidi menyebabkan konsumsi dan impor minyak melonjak sehingga menimbulkan defisit perdagangan migas dan neraca pembayaran. Defisit membuat nilai tukar rupiah pun terpukul.
3.     53 % dari total subsidi BBM atau sekitar Rp 210 triliun justru dinikmati oleh pengguna mobil pribadi saja. Angkutan umum kecil hanya 3 % persen.
4.       Indonesia bukan lagi negara yang kaya akan minyak. Cadangan minyak nasional hanya 3,7 miliar barel pada 2013. Dengan produksi, 800 ribu barel per hari cadangan itu habis dalam waktu 12 tahun.
5.  Indonesia telah menjadi importir minyak sejak tahun 2013 karena produksi menurun dan sebaliknya konsumsi terus meningkat.
6.        Tren pemberian subsidi untuk BBM telah ditinggal oleh banyak negara.
7.        Negara-negara yang kaya akan minyak seperti Iran berencana menaikan harga minyaknya secara bertahap sesuai harga pasar.
8.   Anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi sangat timpang dengan anggaran yang disalurkan untuk infrastruktur, kesehatan dan pemberantasan kemiskinan.
9.        Pendapatan dari sektor migas tak cukup untuk menutup ongkos dari subsidi energi.
10. Harga BBM murah menghambat tumbuhnya energi alternatif di tanah air. BBM murah menghambat tumbuhnya energi alternatif seperti gas alam, panas bumi dan bio energi.

Menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi suatu keputusan penting di awal masa kinerja Kabinet Kerja yang membantu Jokowi dalam lima tahun ke depan. Pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya, A Prasetyantoko (1/11/2014) mengungkapkan ada dua alasan penting yang menjadikan Jokowi harus menaikkan harga BBM.

1.       Volume subsidi BBM hanya dibatasi 46 juta kiloliter (kl) di tahun ini, kalau tidak dinaikkan itu pasti akan jebol‎, dan pemerintah melanggar Undang-undang (UU) APBN. Meski kenaikan BBM bersubsidi sudah dilakukan, langkah itu belum tentu mampu mengurangi tingkat konsumsi BBM di masyarakat. Untuk itu, PT Pertamina (Persero) harus melakukan langkah-langkah pengaturan distribusi hingga volume subsidi tersebut cukup hingga akhir tahun.
2.    Membangun kemandirian bangsa. Persoalannya bagaimana kita tidak lagi bergantung kepada sumber energi fosil, suatu saat akan habis, jadi beralih ke energi alternatif, gas misalnya. Jadi ini yang harus juga dipersiapkan pemerintah.

Ditegaskan oleh Prasetyantoko, kenaikan harga BBM bersubsidi ini bukanlah keinginan pemerintah. Namun hal itu adalah sebuah konsekuensi yang harus diterima pemerintah, ini konsekuensi, tidak ada yang pengen juga harga BBM naik sebenarnya. Tapi di sisi lain positifnya adalah ini sangat bagus untuk ekonomi kita jangka panjang.

Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Kompleks Istana, Jalan Veteran III, Jumat (7/11/2014), menjelaskan kenapa pemerintah menaikan harga BBM : "Iya memang sekarang (harga minyak dunia sedang) turun. Tapi itu biasanya sebentar saja turunnya (jika harga minyak tetap di bawah US$100 per barel jelas merugikan negara-negara penghasil minyak), tapi celakanya disaat bersamaan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga ikut  melorot. Otomatis beban pemerintah cukup berat. Pasalnya minyak adalah barang impor" kata JK.

Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi telah mengalami beberapa kali penyesuaian sejak era pemerintahan Presiden Soekarno hingga Joko Widodo.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada masa pemerintahan Soeharto 1966-1998 terdapat sekitar 23 kali penyesuaian harga BBM.
Harga premium sempat naik 71 persen dari Rp 700 ke Rp 1.200 pada saat Indonesia memasuki krisis moneter. Krisis tersebut juga mengakhiri masa 32 tahun kepemimpinan Soeharto.
Di era Abdurrahman Wahid (Gus Dur), harga premium naik 26 persen dari Rp 1.150 ke Rp 1.450 sementara solar naik 50 persen dari Rp 600 ke Rp 900.
Di era pemerintahan Megawati, harga premium naik bertahap dari Rp 1.550 menjadi Rp 1.810 sedangkan solar di Rp 1.150-Rp 1.890.
Kenaikan kembali terjadi ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa. Premium naik 24,6 persen dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400 dan kemudian naik lagi 46,67 persen menjadi Rp 4.500.
SBY kemudian menaikkan premium menjadi Rp 6.000 lalu secara bertahap mengurangi harga premium menjadi Rp 4.500. Pada 22 Juni 2013, SBY kembali menaikkan harga BBM sebesar Rp. 2000 per liter atau 44 persen ke Rp 6.500.
Presiden RI ketujuh Joko Widodo Tanggal 17 November 2014 mengumumkan bahwa mulai tanggal 18 November 2014 harga BBM bersubsidi naik Rp 2.000 per liter. Dengan demikian harga bensin jenis premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, sedangkan harga solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter.

Tabel Harga Bahan Bakar Minyak
Tahun 1997-2014

TAHUN
PRESIDEN
PREMIUM
(Rp)
SOLAR
(Rp)
KET
                    
1997
Soeharto
700
380

5   Mei         
1998
Soeharto
1.200
600
Naik
16 Mei         
1998
Soeharto
1.000
550
Turun
01 Oktober  
2000
Abdurrahman Wahid
1.150
600
Naik
16 Juni         
2001
Abdurrahman Wahid
1.450
900
Naik
17 Januari    
2002
Megawati
1.550
1.150
Naik
01 Desember
2002
Megawati
1.750
1.550
Naik
01 Januari    
2003
Megawati
1.810
1.890
Naik
01 1 Maret
2005
SBY
2.400
2.100
Naik
01 Oktober
2005
SBY
4.500
4.300
Naik
24 Mei
2008
SBY
6.000
5.500
Naik
01 Desember
2008
SBY
5.500
5.500
Turun
15 Desember
2008
SBY
5.000
4.800
Turun
           
2009-2012
SBY
4.500
4.500
Turun
22 Juni
2013
SBY
6.500
5.500
Naik
18 November
2014
Joko Widodo
8.500
7.500
Naik
Sumber: diolah dari data Kementerian ESDM

Pengamat Ekonomi INDEF Enny Srihartati menyatakan "Harga minyak dunia turun sifatnya sementara. Bulan depan saat musim dingin, harga minyak akan naik lagi. Harga minyak nggak mungkin turun, karena ini bahan bakar fosil dengan permintaan tertentu, suplai turun," tegas dia kepada wartawan di kantor PWI Jaya, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Menurut Enny, negara-negara penghasil minyak mentah yang tergabung dalam OPEC pun tidak akan membiarkan harga minyak dunia berada pada titik terendah.
"Negara OPEC nggak akan rela harga minyak turun. Kalau kenaikan harga BBM bukan seperti penanganan banjir, sekali langsung selesai. Tapi tetap harus ada konversi dan diversifikasi," terangnya.

Sementara Ekonom Aviliani menuturkan, tahun ini saat yang tepat untuk menaikkan harga BBM subsidi di saat inflasi sedang bergerak rendah.
"Sedangkan untuk tahun depan, bisa lebih berat lagi karena inflasi bisa jauh lebih tinggi. Harga BBM memang harus naik karena di Filiphina saja harganya sudah Rp 11 ribu per liter," paparnya.
Disparitas harga BBM yang terlampau jauh antara subsidi dan non subsidi, kata Aviliani, hanya akan memicu penyelundupan, pencurian minyak secara ilegal melalui 2.500 pelabuhan tikus atau kecil di seluruh Indonesia.
"Tetap saja banyak penyelundupan minyak ilegal walaupun mafia migas diberantas. Sistem transportasi barang yang baik pasti akan mengurangi inflasi serta menjalankan roadmap energi yang sudah dibuat Dewan Energi Nasional dalam beberapa tahun mendatang," pungkasi Aviliani.

Direktur Panin Sekuritas Menas Shahaan menilai kenaikan harga BBM akan memicu pertumbuhan ekonomi hingga di atas 5 persen dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
"Penghematan kenaikan harga BBM sekita Rp 90 triliun per tahun, dalam jangka panjang akan menimbulkan multiplier effect yang positif, penambahan lapangan pekerjaan, penguatan ekonomi daerah dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi," katanya usai interview nominasi online trading terbaik Beritasatu.com di Jakarta, Selasa (18/11).
Lebih lanjut, ia menilai kenaikan harga BBM akan menghemat konsumsi BBM dan mengurangi beban pemerintah akibat ruang fiskal yang sempit, sehingga subsidi BBM bisa direalokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan kesehatan.
Namun demikian pasar modal akan terkoreksi di awal pascakenaikan harga BBM. Inflasi dalam jangka pendek dinilai akan menggerus margin emiten, sehingga pendapatan tahunan perusahaan akan terkoreksi dan kemudian berbalik menguat di tahun berikutnya.

Dari segi ekonomi dampak kenaikan BBM positifnya sangat bagus untuk ekonomi kita jangka panjang. Subsidi BBM merupakan salah satu faktor utama penyebab defisit ganda yang dialami Indonesia. Dengan mengurangi subsidi BBM, APBN dan neraca pembayaran dapat diselamatkan
Tapi tidak dilihat dari segi politik. Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai isu kenaikan harga BBM bersubsidi dapat dimanfaatkan oleh Koalisi Merah Putih (KMP) untuk melemahkan popularitas pemerintahan Jokowi-JK. Pasalnya, kenaikkan harga BBM dilakukan secara sepihak oleh pemerintah tanpa konsultasi dengan DPR.
"Agak mengejutkan karena dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tanpa ada ruang konsultasi dengan DPR,"ujar Ray saat dihubungi Beritasatu.com pada Selasa (18/11).
Pemerintahan Jokowi-JK, menurutnya tidak memberikan sinyal apa pun ke DPR terkait kenaikkan harga ini. Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga tidak memberitahukan kisaran harga kenaikkannya ke DPR.
"Kemungkinan besar politisi KMP di parlemen akan menggoreng isu ini sedemikian rupa sehingga melemahkan popularitas Jokowi-JK. Ini juga diperkuat dengan bunyi beberapa pasal UU APBN yang mengharuskan pemerintah berkonsultasi dengan DPR terkait isu BBM,"katanya.
Ray juga menduga bahwa akhirnya DPR pasti akan menyetujui kenaikan harga ini, namun DPR akan memainkan isu sehigga berdampak negatif terhadap Jokowi-JK. "Namun, tidak sampai pada impeachment," tegasnya.
Dia mengakui bahwa publik pasti marah dengan kenaikkan harga BBM ini. Tetapi, katanya kemarahan rakyat tidak akan berlangsung lama jika Jokowi-JK segera mengalihkan subsudi tersebut ke hal-hal yang produktif seperti ke petani dan nelayan.
"Jokowi-JK juga jangan lupa pengalihan subsudi selain untuk petani dan nelayan, juga untuk kalangan menengah yang merasakan juga dampak kenaikkan BBM bersubsidi,"ujarnya.
Pengumuman kenaikan BBM oleh Jokowi, tambahnya, memiliki kelebihan dibandingkan pengumuman kenaikkan dalam pemerintahan SBY. Menurutnya, Jokowi-JK tidak melempar isu sebelum kenaikkan BBM sehingga tidak membuat harga naik sebelum kenaikkan harga BBM.
"Pada era SBY, isu kenaikan BBM ini dilemparkan ke publik sehingga rakyat ribut-ribut dan harga barang naik sebelum kenaikan harga BBM. Pada era Jokowi, dia tidak segan-segan menaikkan harga BBM bersubsidi ketika data dan faktanya mendukung,"pungkasnya. 

Semoga paparan diatas dapat membuka pikiran kita semua, bahwa kenaikan Bahan Bakar Minyak merupakan keputusan yang sulit dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Walau harga minyak dunia turun, tapi disaat bersamaan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga ikut melorot. Otomatis beban pemerintah cukup berat. Pasalnya minyak adalah barang impor. Siapapun Presiden RI yang terpilih periode 2014-2019 subsidi BBM tetap akan dicabut karena membebani APBN.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Dono Ngeyel. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top