Blogger news

Monday, November 10, 2014

Si Nyentrik Yang Menjadi Inspirasi

5:46 AM




Dalam acara pengumuman menteri hari Minggu tanggal 26 Oktober 2014 lalu. Walaupun sama-sama mengenakan atas putih dan bawahan hitam, ada sosok menteri yang paling nyentrik periode ini. Dialah Susi Pudjiastuti yang dipercaya Jokowi untuk menduduki posisi Menteri Kelautan dan Perikanan. Susi mencolok dengan rambu warna kemerahan. Di telinganya, terpasang dua anting panjang. Kemeja warna putihnya dihiasi syal bermotif merah biru. Sepatu warna hitam dengan tinggi 5 cm.
Berikut rangkuman hal-hal nyentrik Mentri Kelautan dan Perikanan ini : 
1.  Anak Saudagar Sapi
Kedua orangtua Susi, Haji Ahmad Karlan dan Hajjah Suwuh Lasminah berasal dari Jawa Tengah. Keluarganya adalah saudagar sapi dan kerbau, yang membawa ratusan ternak dari Jawa
Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat.
Kakek buyutnya Haji Ireng dikenal sebagai tuan tanah.
Anak perempuan asal Pangandaran kelahiran, 15 Januari 1965  ini telah menerima banyak penghargaan, di antarnya adalah People of The Year 2013; by MNC Group Newspaper (Koran Sindo), 2014. Award For Innovative Achievements, Extraordinary Leadership and Significant Contributions to the Economy; APEC Women and the economy summit (WES). U.S; by APEC, 2011. Ganesha Widya Jasa Aditama Award; by Institut Teknologi Bandung, 2011. The Indonesian Small & Medium Business Entrepreneur Award; by Ministry of Cooperative & SMEs, 2010. Sofyan Ilyas Award, by Ministry of Marine Affair and Fisheries, 2009. The Best Indonesia Berprestasi Award; by PT. Excelcomindo Pratama, 2009. Saudagar Tatar Sunda, by KADIN of West Java, 2008. Tokoh Wanita Inspiratif Penggerak Pembangunan, by Governor of West Java, 2008. Award for Economics, Inspiring Woman Award for Economics; by Metro TV, 2006. Pelopor Ekspor Ikan Laut; by Governor of West Java, 2005. Young Entrepreneur of the Year; by Ernst and Young Indonesia, 2005. Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise; by President of RI, 2005. Pelopor Wisata; by West Java Department of Culture & Tourism, 2004. Purwa Citra Priangan, Peningkatan Kehidupan Nelayan; by Pikiran Rakyat, 2004.

2.  Pekerja Keras
Tidak tamat sekolah bukan berarti berhenti berbuat. Susi memang punya bakat bisnis bahkan sejak masih belia. Pendirian kuat dan kemauannya yang keras mulai terlihat sangat jelas ketika memasuki umur 17 tahun. Dia memutuskan keluar dari sekolah ketika masih kelas II SMA. Lalu memutuskan untuk keluar dari rumah, bukan karena menyesal, Susi tak ingin numpang hidup dan ingin mencoba hidup mandiri. Tapi, kenyataan itu tak semudah yang dibayangkan.
Kerja keras itu pun dilakoni Susi saat itu. Mulai dari bejualan baju, bed cover, hingga yang manarik ia menjual hasil bumi seperti cengkeh. Setiap hari, Susi tak berhenti bekeliling kota Pangandaran menggunakan sepeda motor untuk memasarkan barang dagangannya. Hingga suatu saat, ia menyadari satu hal tentang kota itu, potensi terbesarnya ada pada bidang perikanan. Kerja keras itu pun dilakoni wanita Susi saat itu. Mulai dari bejualan baju, bed cover, hingga yang manarik ia menjual hasil bumi seperti cengkeh. Setiap hari, Susi tak berhenti bekeliling kota Pangandaran menggunakan sepeda motor untuk memasarkan barang dagangannya. Hingga suatu saat, ia menyadari satu hal tentang kota itu, potensi terbesarnya ada pada bidang perikanan.
Pada hari pertama di tahun 1983, saya hanya dapat 1 kilogram ikan, dibeli sebuah resto kecil kenalan saya," kengangnya. Tak cukup hanya di Pangandaran, Susi ingin mengembangan bisnisnya hingga kota besar seperti Jakarta. Dari sekedar menyewa, ia pun sukses membeli truk dengan sistem pendingin es batu dan membawa ikan- ikan segarnya ke Jakarta. "Tiap hari, pukul tiga sore, saya berangkat dari Pangandaran. Sampai di Jakarta tengah malam, lalu balik lagi ke Pangandaran," ucapnya mengenang pekerjaan rutinnya yang berat pada masa lalu.
Makin maju usahanya, Susi lalu mulai menyewakan perahu untuk nelayan mencari ikan dan mobil untuk pengiriman. Kini ia punya ratusan perahu dan puluhan truk. Ia pun kemudian menjadi penyalur tetap hasil laut ke beberapa pabrik besar di Jakarta. Tiap hari, pukul 15.00, ia ke Jakarta untuk setor. Di tengah jalan, ia mampir ke Cikampek untuk mengambil kodok. Sampai di Jakarta malam. Setelah mandi dan istirahat ia langsung balik ke Pangandaran. “Begitu tiap hari,” tutur perempuan bersuara berat ini seperti dikutip Jawa Pos.
Dalam usaha perika
Ia juga tahu, semakin murni ikan itu dari bahan pengawet, semakin banyak diburu penggemarnya. Maka ia pun membuat pabrik pengolahan ikan tanpa bahan kimia. Pendinginnya pun ramah lingkungan karena menggunakan amoniak, bukan freon yang merusak ozon.
Ia juga paham, meski karyawannya bergelut dengan ikan setiap hari, mereka membutuhkan tempat kerja yang nyaman. Maka pabrik ikannya pun dibangun mirip mal , penuh dengan keramik dan kaca meski untuk itu ia harus menggelontorkan biaya investasi yang lebih mahal.
Dari pengepul dan memasok pabrik dan restoran, ia kemudian meningkatkan diri menjadi produsen dan pengekspor hasil laut.

3.  Bisnis Penerbangan
Christian merupakan seorang ekspatriat yang pernah bekerja di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara yang sekarang bernama PT DI). Awal perkenalannya dengan lelaki asal Prancis itu terjadi saat Christian sering bertandang ke Restoran Hilmans milik Susi di Pantai Pangandaran. “Restoran saya memang ramai, sehari bisa 70-100 tamu,” katanya. Berawal dari perkenalan singkat, Christian akhirnya melamar Susi.
Bersama Christian lah Susi berangan-angan memiliki sebuah pesawat dengan tujuan utama mengangkut hasil perikanan ke Jakarta. Satu-satunya jalan, lanjut Susi, ialah mendirikan landasan-landasan pesawat di desa-desa nelayan tersebut. "Jadi, tangkap ikan hari ini, sorenya sudah bisa dibawa ke Jakarta. Kan cuma sejam," tegas ibu tiga anak dan satu cucu tersebut.
Berbeda dengan menggunakan jalur darat tentunya dimana bisa memakan waktu sembilan jam perjalanan. Jadi bisnis penerbangan ini bukan hanya berbicara tentang mengangkut manusia. Bayangkan waktu sembilan jam dengan satu jam, sembilan jam pastilah membuat ikan- ikan ini mati. Mau pake es? Beda nilainya, kita tau sendiri ikan dinilai dari tingkat kesegarannya. Jika mati, ujar Susi, harga ikan setiapnya bisa jadi anjlok setengahnya.
Semakin segar ikan yang diekspornya, semakin tinggi pula harganya. Harga ikan dan udang yang fresh sampai ke Jepang kurang dari 24 jam, bisa dua kali lipat lebih mahal. Misalnya, ikan laut yang biasanya US$ 3/kg, maka kalau tiba kurang dari sehari semalam, harganya bisa menjadi US$ 8/kg. Itu sebabnya ia tak segan-segan membeli pesawat terbang Cessna agar ikan atau udang yang diekspor bisa tiba kurang dari 24 jam.
"Kami mulai masukin business plan ke perbankan pada 2000, tapi nggak laku. Diketawain sama orang bank dan dianggap gila." terang Susi.
"Mau beli pesawat USD 2 juta, bagaimana ikan sama udang bisa bayar?", ujar Susi melanjutkan. Barulah pada 2004, Bank Mandiri percaya dan memberi pinjaman sebesar USD 4,7 juta (sekitar Rp 47 miliar) untuk membangun landasan, serta membeli dua pesawat Cessna Grand Caravan. Namun, baru sebulan dipakai, terjadi bencana tsunami di Aceh."Tanggal 27 kami berangkatkan satu pesawat untuk bantu. Itu jadi pesawat pertama yang mendarat di Meulaboh. Tanggal 28 kami masuk satu lagi. Kami bawa beras, mi instan, air dan tenda-tenda," ungkapnya.
Seperti cerita kebanyakan menjadi pengusaha tidak melulu soal uang. Awalnya, Susi berniat membantu distribusi bahan pokok secara gratis selama dua minggu saja. Tapi, ketika hendak balik, banyak lembaga non-pemerintah yang memintanya tetap berpartisipasi dalam recovery di Aceh. "Mereka mau bayar sewa pesawat kami. Satu setengah tahun kami kerja di sana. Dari situ, Susi Air bisa beli satu pesawat lagi," jelasnya.
Ternyata dari bantuan nama bisnisnya semakin terdengar. Banyak permintaan menyewa pesawat jadilah ini bisnis sewa menyewa jasa penerbangan.  Utang dari Bank Mandiri sekitar Rp 47 miliar sekarang tinggal 20 persennya. "Setahun lagi selesai. Tinggal tiga kali cicilan lagi. Dari BRI, sebagian baru mulai cicil. Kalau ditotal, semua (pinjaman dari perbankan) lebih dari Rp 2 triliun. Return of investment (balik modal) kalau di penerbangan bisa 10-15 tahun karena mahal," katanya. 
Susi tak hanya mengepakan sayap di bisnis penerbangan atau sekedar menjaring ikan di laut. Sekarang pun, ia telah merambah bisnis perkebunan. Meski begitu, ia mengaku ada banyak rintangan yang haru dilalui. "Perikanan kita sempat hampir rugi karena tsunami di Pagandaran pada 2005. Kami sempat dua tahun nggak ada kerja perikanan," tuturnya.
Untuk rute penerbangan Jakarta-Pangandaran, Bandung-Pangandaran dan Jakarta-Cilacap, Susi mengaku masih merugi. Sebab terkadang hanya ada 3-4 penumpang saja. Dengan harga tiket senilai Rp.500 ribu, itu tak cukup untuk membeli bahan bakar saja. "Sebulan rute Jawa bisa rugi Rp 300 juta sampai Rp 400 juta. Tapi, kan tertutupi dari yang luar Jawa. Lagian, itu juga berguna untuk mengangkut perikanan kami," ujarnya.
Susi harus mengutamakan para pembeli ikannya, karena mereka sensitif soal kesegaran ikan. Sekali angkut dalam satu pesawat, dia bisa memasukkan 1,1 ton ikan atau lobster segar. Pembelinya dari Hongkong dan Jepang setiap hari menunggu di Jakarta. "Bisnis ikan serta lobster tetap jalan dan bisnis penerbangan akan terus kami kembangkan. Tahun depan kami harap sudah bisa memiliki 60 pesawat," katanya lagi, kali ini penuh optimisme.
Saat ini, Susi Air memiliki 50  pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti, dan Porter yang dioperasikan oleh 80 pilot. Sebanyak 26 pilot di antaranya adalah pilot asing. Maskapai Susi Air saat ini beroperasi di hampir semua daerah pelosok di Indonesia. “Yang penting kita tingkatkan layanan agar pelanggan semakin suka pada kita,” ujarnya berfalsafah.
Susi tak mematok harga sewa pesawat secara khusus. Sebab, hal itu bergantung pelayanan yang diminta pihak penyewa. Biaya sewanya pun bermacam-macam, tapi rata-rata antara USD 400 sampai USD 500 per jam.
“Kadang ada yang mau USD 600 sampai USD 700 per jam. Perusahaan minyak mau bayar USD 1.000 karena beda-beda level servis yang dituntut. Untuk keperluan terbang, semua piranti disediakan Susi Air. Pesawat, pilot, maupun bahan bakar. Jadi, itu harga nett mereka tinggal bayar,” tegasnya.

4.  Mimpi yang Terus Hidup
“Mimpi bukan sekadar bunga tidur.” Inilah kredo yang tak sengaja terlontar dari Susi. Sepotong mimpi adalah angan-angan, yang dengan doa, menjadi cita-cita yang menyihir rasa, memukau untuk dikejar dan dijangkau.
Susi bercerita, pada pembelian pesawatnya yang ke-30, para petinggi industri pesawat di Amerika Serikat memperlakukannya bak seorang ratu.
Mimpi Susi sejak sekitar 40 tahun silam adalah punya montor mabur (pesawat terbang), yang sesekali ia saksikan melintas terbang tinggi, jauh di atas petak kebun kelapa milik ayahnya. “Montor mabur, montor mabuuur…! Bagi duiiit…!”
Begitulah Susi kecil selalu berteriak-teriak gembira, baik ketika ia sendirian atau saat main bersama teman-teman sebayanya, tiap kali melihat montor mabur melintas di udara pesisir Pangandaran, Ciamis Selatan, Jawa Barat, kampung halamannya.
‘Mimpi’ anak petani kelapa itu juga kerap terbawa tidur, ke alam mimpi sebenarnya, di mana ia sering merasa terbang dengan pesawat miliknya sendiri ke mana ia suka. Bahkan, ia merasa kerap nyetir pesawat sendiri. Mimpi yang menurut ibunya, Hajjah Suwuh Lasminah, amat nyeleneh!
“Lha, wong, anak desa, kok, mimpi punya montor mabur!” celetuk ibunya, sambil mesem ke arah Susi, awal Desember lalu, di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Susi balas tersenyum seraya menyodorkan sekaleng minuman kepada sang ibu, lalu duduk sambil memijat-mijat punggung wanita berkerudung itu.
Susi menyimpan mimpinya itu hanya untuk dirinya. Tetapi, tak jarang angan-angan itu terkuak juga. Sering tanpa sadar ia bergumam, “Kapan, ya, aku punya kapal terbang, biar bisa keliling dunia…?” Gumam kerap ditertawakan teman sepermainan. Susi tak marah. Dalam gumaman itu seakan ia terus memupuk cita-citanya.
Di sekolah, saat pelajaran menggambar, sering tanpa sadar ia membentuk gambar pesawat. Lucunya, dalam pesawat itu, dia memenuhi­nya dengan gambar ikan-ikan dalam keranjang. Gurunya sering heran dan berucap, “Pesawat terbang mahal-mahal, kok, dimuati keranjang ikan? Bau amis, atuuuh…!” kenang Susi, menirukan kritik gurunya.
Entah apa ada hubungan alam bawah sadar antara gambar pesawat di angkasa kampungnya, dengan ikan-ikan tangkapan nelayan yang sehari-hari dilihatnya? Susi hanya mesem saja. Yang pasti, mimpi anak pantai yang tak masuk akal itu terwujud ketika ia berhasil membeli pesawat pertamanya.
“Rasanya begitulah kehendak Gusti Allah untuk saya. Kalau saja saya terus sekolah, lulus SMA, lalu kuliah di perguruan tinggi, pastilah cerita hidup saya akan berbeda,” katanya.

5.  Merokok saat wawancara di Kompleks Istana Presiden
Di antara menteri-menteri perempuan yang lain, Susi Pudjiastuti nampak lebih modis. Dengan gayanya yang modis, Susi juga tampak santai diwawancara oleh media seusai perkenalan nama-nama menteri oleh Jokowi-JK.
“Indonesia harus jaya di kelautan 70 persen adalah laut, dengan goodwill semua pihak bisa,” ujarnya sambil duduk di rumput halaman Istana Merdeka, Jakarta, Minggu lalu (26/10).
Sambil asik mengisap rokoknya, Susi melayani pertanyaan awak media. Suasana pun lebih akrab dengan diselingi candaan.
“Setop dong, biar aku bisa selesaikan rokok ini sampai habis,” ujarnya.
Awak media pun tertawa dan terkesima dengan gayanya yang santai. Susi lalu mengatakan dirinya kehausan. Beberapa wartawan pun berusaha mengambilkan air minum untuk Bu Menteri yang nyentrik ini.
Susi melanjutkan ceritanya. Dia mengaku hampir 30 tahun menjalani usaha di bidang perikanan.
Dari usahanya itu, justru dikembangkan untuk membuat maskapai penerbangan Susi Air.
Namun Susi mengaku tidak terbayang bakal dipilih Jokowi menjadi menteri Perikanan dan Kelautan. Saat ditanya program apa yang akan dilakukannya dalam waktu dekat ini, Susi mengaku belum memiliki gambaran apapun.
“Belum kebayang bekerja sebagai bakul ikan secara keseluruhan,” ujarnya santai.

6.  Suka teriak mengenai kebijakan pemerintah
Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan kekhawatirannya menjadi pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia khawatir tidak bisa lagi teriak seperti saat masih menjadi pengusaha.
“Satu hal saya khawatirkan, kalau saya jadi menteri, saya tak bisa teriak-teriak ke menteri lainnya. Now, I do not anymore,” kata Susi saat konferensi pers di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
Dia memang tidak menjelaskan rinci apa yang dimaksud. Namun bisa jadi hal tersebut berkaitan dengan sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai kurang menguntungkan pengusaha.
Dengan posisi dia saat ini, Susi menyadari tidak lagi bisa melakukan hal tersebut.
Usai ditunjuk jadi menteri, Susi pun melepas jabatan CEO PT ASI Pudjiastuti Marine, dan mengamanahkannya kepada Mayjen Sudrajat.
Menurutnya, Mayjen Sudrajat orang yang tepat menggantikan posisinya di perusahaan yang dimilikinya tersebut.

7.  Program Kerja

a.   Ekonomi Mandiri
Salah satu target yang akan dicapai dalam kepemimpinan Susi Pudjiastuti di Kementerjan Kelautan dan Perikanan (KKP) ialah menekakan komersialisasi dalam program ekonomi KKP. 
"Semua asistensi harus berujung ke arah bisnis. Kalau ini sudah ada, berarti ada profit. Harus menghasilkan. Kalau orang sudah menghasilkan sesuatu, dan ada hasilnya, pasti mereka akan terus menjalankan itu.
They don't need anymore assistance. Dan kita bisa merambah lagi ke wilayah yang lain," ujar Susi terkait tujuannya mendorong kemandirian masyarakat khususnya nelayan dalam menjalankan usahanya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwynn Jusuf menghimbau agar komersialisasi yang di bahas oleh Susi tidak disalahartikan. Komersialisasi dalam konteks ini, jelas Gellwynn, adalah bentuk pemahaman.
Jadi, ketika akan memberi bantuan, khusunya pada kegiatan dari masyarakat nelayan kecil, pemerintah harus bisa menghitung apakah bantuan yang diberikan bisa menaikkan pendapatan masyarakat nelayan kecil tersebut. Ini dilakukan agar masyarakat nelayan kecil itu dapat meraih profut danbisa melakukan ekspansi pada usahanya. "Jadi komersial itu melihat dari situ," jelas Gellwynn.
Gellwynn juga menjelaskan, pemerintah memiliki tahapan terhadap komersialisasi ini. Sebagai contoh, untuk masyarakat yang levelnya masih di bawah sekali, biasanya akan diberikan bantuan sosial. Contohnya program penembangan usaha minat pedesaan, maupun pemberian kapal. Nantinya, bantuan-bantuan ini diharapkan bisa membuat masyarakat mampu mendapatkan kredit dan menjadi mandiri.
"Jadi kami ini diminta jangan memberikan bantuan yang memanjakan," terang Gellwynn. Intinya, KKP harus dapat memberikan bantuan yang membuat masyarakat berkembang, lembaga keuangan masyarakatnya berkembang, dan mungkin sampai statusnya menjadi koperasi. "Sehingga mereka mandiri, lepas," lanjut Gellwynn.
Salah satu program yang akan dijalankan ialah Program 1000 Kampung Nelayan, seperti yang diminta oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Program ini nantinya akan dijalankan dengan melanjutkan program Peningkatan Kehidupam Nelayan (PKN) yang telah ada. "Cuma, ini targetnya jelas. 1000 kampung," tutur Gellwynn.
Dalam pendanaannya nanti, ada istilah triple track. Pertama, bantuan dari 12 kementerian lembaga seperti yang lalu. Kedua, nantinya akan meminta sebagian dana dari jatah 1 M yang didapatkan oleh tiap desa, sesuai program Jokowi. Terakhir, dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). "Tahun pertama kita coba 100 (Kampung Nelayan), sampai nantinya habis 1000. Dan mudah-mudahan bisa sukses, dalam lima tahun," ungkap Gellwynn.

b.  Pasar Lobster di Ujung Aceh
Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) Susi Pudjiastuti mengungkapkan Indonesia punya salah satu pulau yang kaya produksi lobster yaitu Pulau Simeulue di ujung Aceh. Sayangnya potensi itu belum digarap secara maksimal karena terkendala transportasi.
"Misalnya sebuah kasus di Pulau Simeuleu (Aceh), dia angkut lobster pakai perahu lewat ke Pulau Haji sehingga (lama perjalanan) banyak lobster yang mati," kata Susi.
Akibat lobster banyak yang mati, nilai penjualan yang didapat nelayan juga sedikit. Rata-rata per ekor lobster saat ini hanya dihargai Rp 30.000. Padahal nilai jual tertinggi lobster bisa mencapai Rp 100.000/ekor.
"Kita ingin ada bandara di sana. Nggak usah bikin bandara baru yang harganya mahal Rp 10-20 miliar kita tidak ingin seperti itu. Cukup dengan pengaspalan landasan terbang pesawat. Menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung
Saut Pulau Simeuleu sudah memiliki bandara meskipun dengan infrastruktur yang masih minim.Kemudian kita buka pasarnya lobsternya," katanya.
"(Distribusi) Kalau pakai jalur laut sulit. Kita kerjasama dengan pemerintah daerah cukup dengan runwaynya 1 km hanya perlu tanah dikeraskan. Bandara sudah ada. Agar hasilnya ini bisa keluar," katanya.
Saut menyebut pihak maskapai Susi Air siap membantu mendistribusikan lobster hingga ke kota besar di utara Sumatera. Dengan cara ini diharapkan nilai pendapatan peternak lobster jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi sekarang.
"Pemasaran lobster hidup yang selama ini kesulitan dari Pulau Simeuleu karena tidak ada transportasi. Ibu mempraktikkan melalui Susi Air itu beliau membeli lobster hidup dari nelayan. Harganya naik 3 kali lipat dan kondisi lobsternya hidup. Nah bedanya di situ," sebutnya.

c.  Perangi Pelaku Illegal Fishing
Saya akan buat pemetaan yang bisa kita kerjakan dalam waktu dekat. Jadi pemetaan itu terkait terutama menyangkut dengan illegal fishing. Kemudian perikanan budidaya, pemasaran atau karena hambatan impor tarif dan produk kita yang tidak kompetitif," papar Susi
Susi menegaskan, nilai hasil kekayaan laut Indonesia cukup besar, sayangnya saat ini belum diolah secara maksimal. Oleh karena itu ia berharap usai rapat pimpinan ini, sektor kelautan di Indonesia bisa lebih kuat dari kondisi sekarang.
"Tetapi saya melihat di sektor kelautan ini kita bisa bekerjasama dan tinggal menyesuaikan ritme penyesuaian saja. Sesuai arahan presiden kita sudah mulai terbuka, tanpa batas. Kita harus saling terbuka terutama masalah data. Intinya saling sharing knowledge," tutur Susi.
Sejumlah wilayah laut di Indonesia kerap menjadi 'korban' aksi penangkapan ikan ilegal (illegal fishing). Potensi tindakan illegal fishing paling besar terjadi di wilayah timur Indonesia dan daerah perbatasan.


d.  Do Less Get More
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti belum berani berkata banyak soal masalah target jangka pendek, dan panjang 5 tahun mendatang. Bagi Susi, yang penting bekerja dan ada hasilnya."Pokoknya begini, do less tetapi get more," kata Susi.
Untuk program jangka pendek, Susi mengaku akan fokus menyelesaikan masalah nelayan pesisir. Ia ingin ada semacam program bantuan secara menyeluruh, terutama membuka akses permodalan dan wilayah tangkap bagi nelayan pesisir di dalam negeri.
"Jangka pendek kita buat program bantuan nelayan pesisir. Yang jelas beberapa program kecil kita bisa lakukan," katanya.
Sedangkan untuk jangka panjang, Susi bakal mengubah pola pikir nelayan agar lebih mengerti soal bisnis. Dari pola pikir itu, ia optimistis nasib nelayan Indonesia yang dekat dengan kemiskinan secara bertahap akan berubah.
"Pokoknya semua program yang ada kita jalan bersama untuk membuat satu kebijakan jangka panjang. Kita ingin nelayan mengerti berpikir bisnis komersialisasi dari sektor nelayan itu sendiri. Kita harus didik nelayan mengerti bisnis harus ngerti berapa biaya dan pendapatan," sebutnya.

Tidak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Begitu juga dengan Susi Pudjiastuti dengan kenyentrikannya  mempunyai kelebihan yang dapat memberi inspirasi buat kita semua. Tidak ada kerja keras yang sia-sia.

Kini Susis telah bermetamarfosa dari ulat (seorang yang tekun menggeluti bisnisnya tanpa mengeluh, pantang menyerah) menjadi kupu-kupu (pengusaha hasil laut yang sukses). Kini kupu-kupu itu terbang makin tinggi karena ia juga membangun maskapai pesawat carteran, sebagai ekspansi usahanya dan sekarang menjadi Mentri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Bekerjanya Jokowi-JK.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Dono Ngeyel. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top